Minggu, 22 Mei 2016

PENANTIAN YANG TIADA PASTI (cerpen1)

            Kutarik handphone dari meja sebelah kasurku dengan harapan pesan singkat abang muncul. kulirik jam kamarku, pukul 00.15, sudah tengah malam tapi tak kunjung ku dapatkan satu pesan pun tentang kabarmu. seharian ini aku belum tau bagaimana kabarmu bang? sungguh kejam. entahlah, kata kejam ini pantas ku berikan untuk siapa. untuk kau? untuk waktu? atau untuk sinyal karena keberadaanmu di tengah hutan? ingin rasanya mengadu, tapi pada siapa? bodoh jika aku mengadu. semua orang malah akan menertawakanku. seharusnya aku sudah tau resikoku menjadi pendamping abang.

            Rindu ini membuatku lupa bagaimana caranya untuk tidur. Teringat setiap malam kau menelponku. bercerita dari hal yang paling penting sampai hal yang gak banget penting tapi itu tak membuatku bosan mendengar suaramu, tawamu. aku rindu itu. Rindu tatapanmu di layar handphone. Abang rela habiskan waktu tidur malamnya hanya untuk melihatku memejamkan mata. Ah! sungguh aku rindu kebiasaan itu. Saat ini yang bisa aku lakukan adalah melihat-lihat fotonya, videonya, rekaman suaranya dan hanya bisa menulis pesan di line abang. pesan apapun itu, dan entahlah, kapan abang akan membaca semua pesan pesanku itu.

           Ah, ingin sekali rasanya aku menjadi penyusup. menemani abang ditengah hutan sana. memeluknya saat ia terjaga dalam tidurnya. memberikan ia sarapan saat ia hendak berperang. Ah, semoga tidak buruk keadaanmu walau tanpa aku. 

          Pesan terakhir abang kirim kepadaku sekitar 3 hari yang lalu. pesannya adalah "halo jutek, lagi ngapain? ciye sebentar lagi kuliah. inget kalo udah kuliah jangan pulang malem-malem kalo main. jangan pake celana pendek kalo keluar. jangan telat makan" ya, pesan abang adalah sebuah larangan yang bagiku itu adalah salah satu bentuk kasih sayangnya kepadaku. menjagaku walau tidak dengan raganya. Ah, aku rindu!

          Hari ini adalah hari pertamaku masuk kuliah. ya, aku adalah mahasiswa baru. aku berpacaran dengan abang sejak aku kelas 2 SMA dan abang masih tingkat 3. aku bangga dengannya, karena ia tidak pernah malu mengakuiku sebagai pacarnya walau aku masih SMA. ya, karena hari ini aku sah menjadi mahasiswa, jadwalku mulai padat. aku mulai sibuk berurusan dengan pelajaran. sibuk dengan tugas tugas awal yang diberikan. targetku, 3 tahun selesai dengan nilai IPK yang memuaskan. Selesai kuliah, aku akan menagih janjiku pada abang. Janjinya yang akan menikahiku setelah aku lulus dan medapat gelar sarjana.

          Malam ini aku disibukkan dengan menghafal pasal-pasal UUD 1945. oiya, aku mahasiswa fakultas hukum jurusan kriminologi. tidak kusentuh sedikitpun handphoneku sampai tugasku selesai. Setelah semua tugasku selesai, ku buka handphoneku. aku tercengang, hendak marah, hendak menangis, kesal pada diriku. 18 panggilan tak terjawab dan sebuah pesan "dek, kamu sibuk ya? sinyalnya lagi bagus banget padahal tapi kamu sibuk kayaknya, yaudah aku jaga malam dulu. i love u dek". aku terduduk di lantai, aku menyesal, mengapa handphone aku silent tidak ku deringkan. begini kan jadinya, berlalu sudah suara abang. aku menangis sejadinya, menyesali semuanya.

         Kini, sudah tak ada gunanya ku sesali. Suatu saat aku pasti dapat kabar abang lagi. Suatu saat aku pasti bisa mendengar suara abang lagi. Pagi ini aku akan uji praktek hafalan pasal, hatiku berdegup kencang. berdoa sesering mungkin agar aku diberikan kelancaran. Aku berharap ada abang disini yang menyemangati, ah tapi sudahlah, dia sedang berjuang untuk negara. Tak lama namaku dipanggil, aku pun dengan lantangnya menjelaskan apa saja yang sudah ku hafalkan semalam. Selesai. Apresiasi dosen membuat jantungku tersusun kembali dengan sempurna. Ya, aku berhasil menyelesaikan ujianku, abang pasti bangga jika kuceritakan.

         Tak jauh langkah kakiku meninggalkan ruang kelas, tiba-tiba seseorang memegang pundakku. "Hei" sapanya. aku pun berbalik, dan ternyata Ryan, Asisten dosen. Umurnya sepantaran dengan abang. Aku pun kaget, aku merasa ujian tadi tidak ada yang salah. "ya kak, ada apa?" jawabku dengan sangat hati-hati. Tak lama, Ryan pun mengeluarkan Handphone dari sakunya, "minta id line kamu boleh?" aku pun langsung memberikannya, aku fikir dia hanyalah seorang asisten dosen yang ingin tau tentang mahasiswanya. Sesampainya dirumah, handphoneku berdering. Aku pun dengan sigap mengambil handphoneku, ku fikir abang, ternyata bukan.

          Ryan. Semakin lama kabar abang hilang, semakin sering kabar Ryan datang. Aku tak menolak kehadiran Ryan. Jujur, memang kehadirannya membuat kesepianku tertutupi. luka hatiku terobati. Rindu pada abang pun kini tak sering lagi karena kehadiran Ryan. tidak. Ryan ridak membuatku lupa pada abang, hanya saja dia memberiku sedikit kebahagiaan dan rasa ramai saja. Saat itu aku telpon Ryan sampai berjam-jam, tak terbayang jika abang akan menelponku karena aku fikir dia tidak ada sinyal disana. Selesai ku tutup telponku, ternyata ada pesan masuk yang ternyata dari abang. "aku coba menelponmu, tapi berkali-kali nomermu sibuk dik. nelpon siapa? semoga tidak benar dugaanku. semoga itu hanya teman barumu yang sedang menanyakan tugas, aku percaya akan kesetiaanmu dik."
Membaca pesan abang membuat batinku terpukul. Aku sudah jahat padanya. mengkhianatinya yang sedang berjuang mati-matian untuk negara. Aku sadar, sudah hampir sebulan aku tak berbincang-bincang dengan abang. Bukan karena abang yang tak bisa menelponku, tapi karena aku yang sudah tak bisa ia hubungi karena sudah jarang menantikan kabar abang. Maafkan aku abang.

          Mulai malam itu, aku memutuskan untuk menjauh dari Ryan. Dan hari-hariku pun berjalan normal lagi seperti dulu. Aku lagi-lagi menatap handphoneku setiap saat. Ketika itu kuliahku sedang libur, aku pun memutuskan untuk tetap dirumah menanti kabar abang. TV ku nyalakan. 

"Berita pagi. serangan santoso membuat salah satu tentara kita tewas tertembak. di duga bahwa kematian tentara tersebut sudah sejak kemarin, namun karena keterjangkauan lokasi, kabar kematian tentara tersebut baru kami dapat hari ini."

dalam hatiku berkata "kasihan ya keluarganya ditinggal mati pas perang gitu. apalagi ceweknya, nyesek kali yaa. amit-amit jangan sampe abang gitu"

kuganti channel tv, dan lagi-lagi berita tewasnya prajurit dalam perang, namun kali ini beritanya sungguh tragis.....

"diduga letda mugi tewas akibat tembakan dari kelompok santoso yang menyelinap masuk daerah pertahanan." 

Namanya seperti aku kenal.....
Bukan. semoga bukan. yatuhan, jauhkan fikiran buruk ini.
hatiku sudah menangis, tapi aku masih bersikeras untuk menolak kenyataan ini sampe akhirnya mama memelukku tiba-tiba. dia mengucapkan bela sungkawa kepadaku.

Mama mendapat kabar dari temannya yang kebetulan adalah komandan pasukan abang.
Innalillahi, nama itu adalah nama yang sering ku sebut dalam doaku, nama yang ku tunggu kedatangannya untuk pulang kerumah, nama yang aku nantikan suara, canda tawanya, nama yang selama ini menemani langkahku, nama yang membuat warna dalam hidupku.
dan sekarang, nama itu hanya telah mengukir kenangan. kini nama itu telah terpampang jelas di batu nisan.

Abang pergi, aku harus bisa menerima kenyataan kalau abang sudah tiada lagi disini. bukan hanya raganya, tapi juga jiwanya yang kini ikut pergi. 
Tuhan telah memanggilnya untuk pulang. Mungkin ini takdir yang Tuhan pilihkan.
Terakhir kali ku melihatmu. aku pun mencium kening jasad abang, memeluknya dan menutup kembali kain kafannya. 

Bang, selamat jalan. semoga tuhan menerimamu disisi-Nya. Dan semoga kita di pertemukan lagi nanti.

Aku sungguh menyayangimu bang. Terimakasih atas warna yang telah kau ukir dalam hidupku. 
          

1 komentar:

  1. Casinos Near Me - Mapyro
    Casinos Near Me 의왕 출장샵 · Las 포천 출장안마 Vegas · Mont Bleu 익산 출장샵 Hotel & Casino · Hollywood Casino at Charles Town Races & Gambling Hall 인천광역 출장안마 · The Venetian Resort & Casino · The Linq 경상북도 출장마사지 Hotel and

    BalasHapus